Kamis, 23 Oktober 2008
Hari ini...
Gw bete banget...
Pagi2 gw dah pulang ke rumah karna kata nyokap motor mw di servis. ternyata, rumah malah kosong ampe jam 2 jam stelah gw dateng. Padahal gw ga bawa kunci.
Dengan bete, gw balik lagi ke kosan dan langsung tidur.
Sorenya, gw ke sekretariat organisasi. Gw denger2, cowo' gw lagi ke cilacap. Dan dibenarkan oleh temen gw yang lain. Emang sih, kita lag berantem, tp apa iya ga bisa kasih kabar dikit kalo mau pergi. Bete deh.
Pagi2 gw dah pulang ke rumah karna kata nyokap motor mw di servis. ternyata, rumah malah kosong ampe jam 2 jam stelah gw dateng. Padahal gw ga bawa kunci.
Dengan bete, gw balik lagi ke kosan dan langsung tidur.
Sorenya, gw ke sekretariat organisasi. Gw denger2, cowo' gw lagi ke cilacap. Dan dibenarkan oleh temen gw yang lain. Emang sih, kita lag berantem, tp apa iya ga bisa kasih kabar dikit kalo mau pergi. Bete deh.
Rabu, 22 Oktober 2008
Rumahku...
Rumahku dibeli mama pada tahun 1984 dan dicicilnya selama 15 tahun.
Terdiri dari 4 kamar tidur, 3 kamar mandi dan sisanya ruangan pada rumah2 umumnya.
Letak rumahku lebih tinggi dibanding rumah2 lain di sekitarnya.
Setelah direnovasi untuk kedua kalinya, rumahku sekarang memiliki langit2 yang tinggi sehingga walau cuaca di luar panas, di dalam rumah tetep aja sejuk.
Aku tidur di lantai 2, keluarga yang lain di lantai 1.
Rumahku bersih karna papa dan adikku sangat sensitif terhadap debu, mama juga orangnya sangat bersih.
Warna dominan selain putih adalah hijau. Katanya sih, itu warna keraton (papaku dari Jogja dan masih ada keturunan ningrat).
Lokasi rumahku di selatan Jakarta. Akses kendaraan umumnya 24 jam.
Di dekat rumahku ada sebuah universitas dan ada beberapa swalayan besar.
Walau ada beberapa danau di sekitar rumah, rumahku bebas banjir.
Tempat favoritku di rumah adalah kamarku. Kamar yang menjadi diary-ku.
Terdiri dari 4 kamar tidur, 3 kamar mandi dan sisanya ruangan pada rumah2 umumnya.
Letak rumahku lebih tinggi dibanding rumah2 lain di sekitarnya.
Setelah direnovasi untuk kedua kalinya, rumahku sekarang memiliki langit2 yang tinggi sehingga walau cuaca di luar panas, di dalam rumah tetep aja sejuk.
Aku tidur di lantai 2, keluarga yang lain di lantai 1.
Rumahku bersih karna papa dan adikku sangat sensitif terhadap debu, mama juga orangnya sangat bersih.
Warna dominan selain putih adalah hijau. Katanya sih, itu warna keraton (papaku dari Jogja dan masih ada keturunan ningrat).
Lokasi rumahku di selatan Jakarta. Akses kendaraan umumnya 24 jam.
Di dekat rumahku ada sebuah universitas dan ada beberapa swalayan besar.
Walau ada beberapa danau di sekitar rumah, rumahku bebas banjir.
Tempat favoritku di rumah adalah kamarku. Kamar yang menjadi diary-ku.
Aku...
Putri pertama dari pasangan mama-papa yang menikah pada 23 September 1983.
Cucu perempuan tertua dari keluarga besar mama-papa.
Mempunyai seorang adik laki-laki.
Bersekolah di TK Handayani, SD Islam Al-Ikhlas, SLTP Negeri 19, SMA Negeri 70 dan menjadi sarjana dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Sangat mencintai anak kecil.
Menyukai alam bebas.
Senang membaca, menulis, mendengarkan musik dan menonton televise.
Menyukai kebersihan.
Menyukai warna putih dan hitam.
Mudah bosan.
Cucu perempuan tertua dari keluarga besar mama-papa.
Mempunyai seorang adik laki-laki.
Bersekolah di TK Handayani, SD Islam Al-Ikhlas, SLTP Negeri 19, SMA Negeri 70 dan menjadi sarjana dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Sangat mencintai anak kecil.
Menyukai alam bebas.
Senang membaca, menulis, mendengarkan musik dan menonton televise.
Menyukai kebersihan.
Menyukai warna putih dan hitam.
Mudah bosan.
Selasa, 21 Oktober 2008
Kekerasan itu...
Berita mengenai kekerasan siswa di SMA 70 Bulungan, Jakarta Selatan yang ditayangkan di SCTV ditanggapi dengan beragam.
Sebagai salah satu jebolan dari SMA 70, gw ga kaget denger berita itu.
Temen-temen gw juga pernah ngalamin hal tersebut. Mereka pun hanya meneruskan sesuatu yang dianggap tradisi.
Tapi, semua itu sebenernya adalah pilihan.
Anak kelas satu (disebut utas) sebenernya punya pilihan untuk ikut atau ga ikut. Anak kelas dua (aud) dan anak kelas tiga (agit) juga punya pilihan untuk nerusin atau menghentikan tradisi tersebut.
Seperti biasa, dengan alasan tradisi dan membentuk mental yang kuat, beberapa perlakuan yang tidak manusiawi akan diterima oleh anak kelas satu. Perlakuan tersebut antara lain dipukuli, belajar berantem atau tawuran, ngumpulin uang demi alasan kebersamaan, bahkan sampai pelecehan seksual. Hingga akhirnya, akan terbentuk (nama) angkatan baru.
Hasilnya...segelintir orang memang menjadi sangat erat dan solid dalam sebuah angkatan (komunitas). Komunitas ini akan menutup dengan sangat rapat apa yang terjadi sebenarnya. Bahkan, mereka akan merelakan diri untuk dihukum asal yang lain bisa selamat.
Komunitas ini sangat rapi dan baik dalam komunikasi. Secara, anak 70 emang pintar dan cerdas. Yang tau dengan jelas, pastinya hanya anak-anak yang berada di dalamnya, bukan guru bukan juga polisi.
Sekolah sudah bertindak tegas. Hukuman yang dijatuhkan beragam. Dari skorsing hingga pemutusan studi, dikembalikan ke orang tua (DO).
Jarang sekali ada yang mendapat sanksi hukum dari kepolisian.
Anak-anak yang duduk di bangku SMA tergolong ke dalam usia remaja. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke dewasa. Banyak hal yang masih dalam persimpangan, bimbang untuk memilih.
Keinginan untuk dihargai dan mempunyai kekuasaan sudah ada, tetapi masih terhambat dengan berbagai keterbatasan, seperti masih tergantung dengan orang tua secara keuangan. Hal ini yang kahirnya bisa menjadi pemicu tindakan pemerasan dan penganiayaan.
Manusia adalah makhluk anima selektiva, mempunyai kemampuan untuk bisa mengubah situasi yang dikehendaki. Ingin punya uang, tapi belum mampu bekerja, jadilah ia memeras. yang diperaspun sebenernya punyai pilihan untuk menghindar dari situasi bisa diperas.
Tentu saja, kemampuan untuk mengubah situasi yang dikehendaki tidak datang dengan sendiri. Manusia harus berpikir, yang akan mempengaruhi keadaan dan arah perkembangan jiwa. Berpikir, bagaimana caranya agar terhindar dari pemerasan. Begitupun yang memeras, harus berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang yang lebih pantas.
LAgi-lagi, itu semua pilihan. Manusia mempunyai kebebasan untuk memilih, melakukan tingkah laku yang mandiri. Mau jadi yang diperas, yang memeras, atau tidak menjadi salah satu di antaranya.
Verdi pun (yang menjadi narasumber) juga punya pilihan...
Sebagai seseorang yang pernah mengalami (baik sebagai objek maupun subjek), pastinya Verdi mengalami konflik ketika memutuskan membeberkan peristiwa tersebut. Ia bisa dituduh mencemarkan nama baik sekolah, ga setia kawan. Bahkan ada yang mengancam untuk membubarkan angkatannya.
Di lain pihak, Verdi mengetahui bahwa peristiwa yang sudah lama terjadi itu adalah salah dan tidak baik. Apalagi, latar belakang pendidikan Verdi adalah psikologi. Tentunya, psikologi telah memberikan banyak pengaruh terhadap keputusan yang Verdi ambil.
Tidak mencoba untuk lebih bijak...hanya menurut gw...
Jangan dendam ya...bagi yang sudah mengalami hal tersebut...
Jangan dendam ya...bagi yang ngerasa dicemarkan...
Masih ada kata maaf koq...
Bukan mencari siapa yang benar dan siapa yang salah...
Ini semua hanya untuk kebaikan...
Kekerasan, pemerasan, pelecehan seksual...
Ah...sudah ga jaman.
Verdi hanya ingin sesuatu yang lebih baik...
Pastinya...anak 70 kan cerdas dan pintar, masa ga bisa cari ide kreatif yang manusiawi sih...
70 gitu loh....
Sebagai salah satu jebolan dari SMA 70, gw ga kaget denger berita itu.
Temen-temen gw juga pernah ngalamin hal tersebut. Mereka pun hanya meneruskan sesuatu yang dianggap tradisi.
Tapi, semua itu sebenernya adalah pilihan.
Anak kelas satu (disebut utas) sebenernya punya pilihan untuk ikut atau ga ikut. Anak kelas dua (aud) dan anak kelas tiga (agit) juga punya pilihan untuk nerusin atau menghentikan tradisi tersebut.
Seperti biasa, dengan alasan tradisi dan membentuk mental yang kuat, beberapa perlakuan yang tidak manusiawi akan diterima oleh anak kelas satu. Perlakuan tersebut antara lain dipukuli, belajar berantem atau tawuran, ngumpulin uang demi alasan kebersamaan, bahkan sampai pelecehan seksual. Hingga akhirnya, akan terbentuk (nama) angkatan baru.
Hasilnya...segelintir orang memang menjadi sangat erat dan solid dalam sebuah angkatan (komunitas). Komunitas ini akan menutup dengan sangat rapat apa yang terjadi sebenarnya. Bahkan, mereka akan merelakan diri untuk dihukum asal yang lain bisa selamat.
Komunitas ini sangat rapi dan baik dalam komunikasi. Secara, anak 70 emang pintar dan cerdas. Yang tau dengan jelas, pastinya hanya anak-anak yang berada di dalamnya, bukan guru bukan juga polisi.
Sekolah sudah bertindak tegas. Hukuman yang dijatuhkan beragam. Dari skorsing hingga pemutusan studi, dikembalikan ke orang tua (DO).
Jarang sekali ada yang mendapat sanksi hukum dari kepolisian.
Anak-anak yang duduk di bangku SMA tergolong ke dalam usia remaja. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke dewasa. Banyak hal yang masih dalam persimpangan, bimbang untuk memilih.
Keinginan untuk dihargai dan mempunyai kekuasaan sudah ada, tetapi masih terhambat dengan berbagai keterbatasan, seperti masih tergantung dengan orang tua secara keuangan. Hal ini yang kahirnya bisa menjadi pemicu tindakan pemerasan dan penganiayaan.
Manusia adalah makhluk anima selektiva, mempunyai kemampuan untuk bisa mengubah situasi yang dikehendaki. Ingin punya uang, tapi belum mampu bekerja, jadilah ia memeras. yang diperaspun sebenernya punyai pilihan untuk menghindar dari situasi bisa diperas.
Tentu saja, kemampuan untuk mengubah situasi yang dikehendaki tidak datang dengan sendiri. Manusia harus berpikir, yang akan mempengaruhi keadaan dan arah perkembangan jiwa. Berpikir, bagaimana caranya agar terhindar dari pemerasan. Begitupun yang memeras, harus berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang yang lebih pantas.
LAgi-lagi, itu semua pilihan. Manusia mempunyai kebebasan untuk memilih, melakukan tingkah laku yang mandiri. Mau jadi yang diperas, yang memeras, atau tidak menjadi salah satu di antaranya.
Verdi pun (yang menjadi narasumber) juga punya pilihan...
Sebagai seseorang yang pernah mengalami (baik sebagai objek maupun subjek), pastinya Verdi mengalami konflik ketika memutuskan membeberkan peristiwa tersebut. Ia bisa dituduh mencemarkan nama baik sekolah, ga setia kawan. Bahkan ada yang mengancam untuk membubarkan angkatannya.
Di lain pihak, Verdi mengetahui bahwa peristiwa yang sudah lama terjadi itu adalah salah dan tidak baik. Apalagi, latar belakang pendidikan Verdi adalah psikologi. Tentunya, psikologi telah memberikan banyak pengaruh terhadap keputusan yang Verdi ambil.
Tidak mencoba untuk lebih bijak...hanya menurut gw...
Jangan dendam ya...bagi yang sudah mengalami hal tersebut...
Jangan dendam ya...bagi yang ngerasa dicemarkan...
Masih ada kata maaf koq...
Bukan mencari siapa yang benar dan siapa yang salah...
Ini semua hanya untuk kebaikan...
Kekerasan, pemerasan, pelecehan seksual...
Ah...sudah ga jaman.
Verdi hanya ingin sesuatu yang lebih baik...
Pastinya...anak 70 kan cerdas dan pintar, masa ga bisa cari ide kreatif yang manusiawi sih...
70 gitu loh....
Senin, 20 Oktober 2008
Perempuan itu...
Perempuan itu belum lama ku kenal. Wajahnya cukup cantik, badannya proporsional.
Kami pertama dekat ketika mencari tempat ngumpet bareng untuk "mencari oksigen" selepas makan.
Kami berbagi cerita sambil melihat bulan di tepi danau.
Ternyata, perempuan itu hebat.
Sebagai korban perceraian, perempuan itu memilih untuk bekerja dengan serius di usia muda, kuliah dengan nilai sangat memuaskan dan slesai dengan cepat dan membiayai sendiri dirinya dan ibunya.
Perempuan itu hebat.
Dalam setiap celoteh riangnya, tiada yang menyangka kehidupannya penuh dengan liku dan terjangan badai.
Perempuan itu...sangat menyayangi ayahnya...dengan segala penerimaannya.
Hingga saat ini, sesaat setelah mengetahui sebersit isi hatinya...
Aku masih mengaguminya...
Perempuan itu hebat.
Kami pertama dekat ketika mencari tempat ngumpet bareng untuk "mencari oksigen" selepas makan.
Kami berbagi cerita sambil melihat bulan di tepi danau.
Ternyata, perempuan itu hebat.
Sebagai korban perceraian, perempuan itu memilih untuk bekerja dengan serius di usia muda, kuliah dengan nilai sangat memuaskan dan slesai dengan cepat dan membiayai sendiri dirinya dan ibunya.
Perempuan itu hebat.
Dalam setiap celoteh riangnya, tiada yang menyangka kehidupannya penuh dengan liku dan terjangan badai.
Perempuan itu...sangat menyayangi ayahnya...dengan segala penerimaannya.
Hingga saat ini, sesaat setelah mengetahui sebersit isi hatinya...
Aku masih mengaguminya...
Perempuan itu hebat.